Kuliah Kapita Selekta yang merupakan kuliah wajib bagi mahasiswa Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM bertema Sosiologi Korupsi digelar di Ruang E6 Gedung DTETI FT UGM lantai 3, Jum’at (21/4/2017) jam 08.00 s.d 11.00 wib.
Kuliah Kapita Selekta pada kesempatan ini menghadirkan Hasrul Halili, S.H., M.A, salah satu pegiat pada Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Acara yang dihadiri lebih dari seratus mahasiswa ini berlangsung lancar sejak awal hingga akhir acara.
Dalam paparannya Pak Hasrul mencoba untuk menjelaskan benang merah antara fenomena korupsi dan upaya pemberantasannya di Indonesia dengan posisi perguruan tinggi beserta civitas akademika di dalamnya untuk berperan serta menekan pertumbuhannya di Indonesia.
Diawali dengan memberikan gambaran mengenai adanya indikasi kontaminasi kampus oleh hal-hal yang bersinggungan dengan politik dan distorsi hal-hal yang bersinggungan dengan perilaku koruptif, pembicara mulai membuka mata peserta kuliah ini bahwa sebenarnya banyak sekali bahaya laten korupsi yang menggurita.
Kuliah ini menjadi semakin menghangat pada saat sesi diskusi, beberapa mahasiswa berdialog dengan pembicara mengenai isu-isu yang membumi bagi mereka. Penjelasan yang diberikan pembicara sangat komprehensif, menguliti pertanyaan mahasiswa mulai dari dimensi teoretis hingga menyentuh fakta-fakta praktis di lapangan.
Pembentukan karakter anti korupsi sebenarnya harus sudah diberikan sejak dini, salah satunya adalah melalui lembaga-lembaga pendidikan baik yang bersifat formal maupun non formal. Sebagai sebuah institusi pendidikan, Perguruan Tinggi memiliki tanggung jawab untuk memberikan penguatan-penguatan terhadap nilai-nilai anti korupsi yang semestinya sudah diberikan pada jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya.
"Pembangunan karakter harus mampu mengembalikan paradigma berpikir. Mahasiswa jangan hanya dijejali dengan pengetahuan kognitif saja, melainkan juga harus memiliki nilai-nilai tanggung jawab dan beretika" ujar Dosen FH UGM ini. Menurut pembicara, tantangan ini harus mampu dijawab oleh pihak Perguruan Tinggi, karena sistem pendidikan yang ada sekarang dinilai tidak cukup untuk menjawab persoalan mendasar bangsa yang terkait dengan pembangunan karakter.
Output dari pendidikan karakter tidak hanya berhenti kepada menimbulkan kesadaran pada sesorang mengenai apa tugasnya dan bagaimana mengambil sikap terhadap berbagai jenis situasi permasalahan, akan tetapi harus menumbuhkan kesiapan untuk menghadapi kehidupan dengan penuh kesadaran, peka terhadap nilai keramahan sosial, dan dapat bertanggung jawab atas tindakannya secara individu. Pendidikan karakter perlu dan harus mampu diterapkan dalam perguruan tinggi sebagai pendidikan berkelanjutan dari pendidikan jenjang sebelumnya (TK, SD, SMP, SMA) untuk memantapkan karakter bangsa. Perguruan tinggi diharapkan mampu mencetak mahasiswa yang memiliki integritas, kejujuran, kreativitas dan perbuatan yang menunjukkan produktivitas.
Sebagai penutup, Pak Hasrul sebagai pemateri mengharapkan bahwa mahasiswa sebagai salah satu civitas akademika berani kritis terhadap berbagai persoalan di kampus. Kritis dalam arti bahwa mahasiswa jangan hanya berdiam diri ketika melihat perilaku-perilaku menyimpang yang berjalan di kampus, dan tentu saja mahasiswa tidak dapat berjalan sendiri untuk hal tersebut. Mahasiswa harus paham dan mampu memanfaatkan saluran-saluran yang ada guna menegakkan nilai-nilai anti korupsi, jangan menutup mata, jangan menutup telinga, jangan apatis terhadap berbagai penyimpangan yang ada.
(abw/ans/sdh)